My Movies Collection

Sekali lagi bicara soal film. Yeah, as I mentioned earlier on my previous post on The Godfather, I’m a movie freak. I watch movies a lot. Good movies of course. Mostly western movies, although I do appreciate some Asian movies, some of them are Japanese & Korean.

Bagaimana mencari film yang bagus? Yang biasa aku lakukan adalah mengecek daftar film terbaik di IMDB. Situs database film terbesar di dunia ini berisi banyak sekali informasi bagus tentang film, review, rating dan rekomendasi. Termasuk di dalamnya profil aktor, sutradara, produser atau apapun terkait dengan film.

Tentu saja, pada akhirnya selera kita masing-masing yang menentukan bagus tidaknya sebuah film. Namun, tak ada salahnya melihat daftar Top 250 film terbaik versi IMDB. Most of them are great movies, meski menurutku beberapa diantara-nya tak sebagus yang disebutkan, at least in my humble opinion ya.

Berikut beberapa film yang menurutku highly recommended.

The Godfather

Film legendaris tentang keluarga mafia Corleone. Bersetting di Amerika Serikat pada era 50-an, film yang diangkat dari novel dengan judul yang sama, The Godfather, karya Mario Puzo ini kuat hampir di segala sini. Cerita, sinematografi, akting, pilihan aktor dan pemain pendukung, musik pengiring dan sebagainya. Tak salah kiranya, jika ingin menonton film bagus nan berkualitas, The Godfather adalah pilihan yang tak boleh dilewatkan. Film ini pula lah yang kembali mengangkat pamor aktor gaek, almarhum Marlon Brando. Sekaligus menjadi titik tolak bagi aktor pendatang baru yang kemudian melegenda, Al Pacino.

Fight Club

Jika Anda penggemar film thriller, twisted ending, rada-rada psycho, well this one is definitely your movie. Fight Club yang diangkat dari novel dengan judul sama, Fight Club karya Chuck Palahniuk ini menawarkan kisah yang tidak biasa. I mean, benar-benar tidak biasa. Seorang pekerja kantoran biasa, yang menderita insomnia akut, tanpa sadar ternyata memiliki 2nd personality, seorang anarkis yang berprofesi membuat & menjual sabun–dibuat dari lemak manusia–dan di malam hari menggelar sebuah klub tinju bebas, Fight Club, di berbagai kota di Amerika. Kita dibawa dalam hubungan intens antara kedua karakter yang tak lain adalah orang yang sama namun dengan personalitas beda. Yeah, a sort of Dr. Jekyll and Mr Hyde. It’s a great movie. Kalau aku bilang, satu-satunya film Brad Pitt yang bagus, di mana dia tidak mengandalkan wajah ganteng semata. Akting Edward Norton juga luar biasa. Must watch people.

The Dark Knight

Para penggemar Batman musti berterima kasih pada Christopher Nolan, sang produser sekaligus sutradara, yang berhasil melakukan reboot atas salat satu karakter hero DC Comics legendaris ini. Setelah berkali-kali film tentang Batman tampil kacau, slapstik, kartnunik dan sucks, The Dark Knight berhasil mengembalikan Batman ke sosok aslinya nan gelap, misterius, berkarakter nan heroik. Thanks to Christian Bale juga, sang pemeran Bruce Wayne a.k.a Batman yang berhasil memberi napas baru pada sosok sang jagoan. So, bagi Anda yang belum sempat nonton, well time to get the DVD and watch the movie. ‘Cause it’s a damn good one. Oh ya, jangan lupa 2 sequel berikutnya juga tak kalah bagus.

The Goodfellas

Another mob movie. Yeah, I love movies about mafia and gangsters. And this one is a good one. For sure. Kisah 3 orang sahabat mafia di Amerika era 50-an. Disutradari Martin Scorsese, bisa dibilang jaminan film berkualitas. Diangkat dari novel Wiseguy karya Nicholas Pileggi. Karakter 3 sahabat mafia ini sendiri diperankan oleh aktor-aktor papan atas, Robert De Niro, Joe Pesci, dan Ray Liotta. Yang menarik dari film ini tak hanya ceritanya yang kompleks dan penuh intrik, namun juga sisi humanistik yang diangkat. Pergulatan emosional antar karakter, konflik keluarga, pertentangan moral antara persahabatan dan atau keluarga. Semua bercampur dengan baik dan solid di sini. A must see movie.

The Silence of The Lambs

Jika ada yang tanya tentang film thriller terbaik, jawabannya tak lain adalah The Silence of The Lambs. Diangkat dari novel dengan judul sama karya Thomas Harris, film ini benar-benar mengeksplorasi sisi gelap terdalam manusia. Berkisah tentang seorang (calon) agen FBI, Clarice Sterling (Jodie Foster) yang ditugaskan mewawancarai seorang tahanan psikopat sekaligus kanibal, Dr. Hannibal Lecter (Anthony Hopkins), guna mencari petunjuk guna menemukan pembunuh berantai Buffalo Bill. Alih-alih hanya mewawancarai, tumbuh hubungan emosional–mengarah cinta–antara Clarice & Hannibal.

Hannibal Lecter sendiri adalah personifikasi dari kejahatan itu sendiri, di mana dia bisa membunuh dan memakan korbannya, at least bagian dari korbannya, tanpa menunjukkan perubahan emosi sama sekali. Hannibal sendiri seorang dokter dengan kemampuan medis & intelektual luar biasa. Cerita yang luar biasa dipadu dengan akting yang superb, terutama oleh Anthony Hopkins. Tak salah kiranya jika namanya kemudian sinonim dengan karakter yang diperankannya.

So, kalau mencari film thriller, saya rekomendasikan yang satu ini.

And the list goes on and on. So, happy watching people. Enjoy your movies.

The Godfather

The Godfather

I’m a movie freak. Yeah, meaning I love movies a lot. And the best movie in my opinion is none other than The Godfather.

Film besutan Francis Ford Coppola tahun 1972 ini benar-benar luar biasa. Diangkat dari novel laris dengan judul yang sama, The Godfather, karya Mario Puzo. Film ini bagian pertama dari trilogi The Godfather, dan bisa dibilang bagian terbaik dari ketiganya. Meski, sequel-nya tak kalah bagus.

Sesuai dengan judulnya, film ini berkisah tentang kehidupan keluarga sang Godfather, pimpinan mafia asal Italia di Amerika Serikat pada era 40-50an. Godfather adalah istilah yang digunakan di kalangan Italia-Amerika untuk menyebut seorang pemimpin mafia yang disegani. Baik karena rasa hormat maupun rasa takut. Hubungan patron-klien yang unik plus mengerikan, dalam konteks mafia tak beda dengan organisasi kriminal lainnya, dimana kekerasan adalah hal yang umum digunakan.

Sang Godfather tua, Vito Corleone, seorang Don, pemimpin keluarga mafia, yang amat disegani. Namun tengah menghadapi tantangan dari keluarga mafia lain dikarenakan perselisihan bisnis narkotika. Karena hal itu pula dia dihunjani tembakan sehingga musti dirawat di rumah sakit. Sonny, anak tertuanya yang emosional membalas serangan tersebut dan membunuh anak sulung keluarga mafia pesaing. Konflik berlanjut dengan Sony mati diberondong senapan mesin setelah terjebak saat mendengar adiknya mengalami kekerasan rumah tangga.

Ternyata, konspirasi ini didalangi oleh keluarga mafia pesaing plus kepala polisi, sehingga masalah bertambah rumit. Michael, putra termuda Vito yang awalnya tidak terlalu dianggap dalam keluarga, dan tak punya niatan mengikuti jejak bisnis hitam ayahnya, terpaksa turun tangan dan membereskan semua masalah. Atas nama cinta & pengabdian kepada keluarga, Michael berhasil menjalankan plot pembersihan musuh-musuh keluarganya. Dan akhirnya, Michael-lah yang meneruskan tampuk kepemimpinan keluarga mafia Corleone. Michael lah sang Godfather berikutnya.

Yang membedakan The Godfather dari film-film bergenre mafia sebelumnya adalah pendekatan romantik-nya. Jika film-film mafia lain cenderung menonjolkan eksesifitas kekerasan dalam kehidupan para mafioso, maka The Godfather mengangkat sisi emosional & manusiawi para mafioso itu sendiri.

Film ini mengeksplorasi hubungan antar personal anggota keluarga Corleone, hubungan mereka dengan orang lain, terutama lingkar dalam bisnis mafia dan juga dengan orang-orang lain dalam “perlindungan” mereka. Seperti dalam adegan pembukaan film di mana seorang pengurus mayat (undertaker) bernama Bonassera, menghadap Don Vito di hari pernikahan anak perempuannya, memohon bantuan untuk membalaskan kejahatan yang menimpa anak perempuannya oleh 2 orang pemuda Amerika dan tidak dihukum.

Don Vito menunjukkan empati namun juga kekerasan jiwanya di saat dia mempertanyakan kedatangan Bonassera yang sebelumnya tidak pernah mau mengenal atau menghormatinya, dan baru datang di saat pihak berwajib ternyata meninggalkannya.

Eksplorasi kekerasan tentunya tak bisa dihilangkan dari film ini, toh ini film bergenre mafia. Simak bagaimana dengan vulgarnya adegan Sony diberondong senapan mesin atau saat Michael menembak dalam jarak dekat kepala polisi yang menjadi backing musuhnya. Atau juga saat Jack Woltz, sang produser film, yang tak mau memberi peran kepada anak angkat Don Vito, terbangun di tempat tidurnya yang penuh genangan darah dari kepala kuda kesayangnya yang telah terpotong.

Namun, sekiranya ada satu hal yang menjadikan film ini amat layak disebut film terbaik adalah keseluruhan film itu sendiri. Mulai dari cerita, sinematografi, pilihan aktor, scoring musiknya dan sebagainya.

Memang ada kritik tak kalah keras juga, bahwa film semacam Godfather ini seperti melakukan glorifikasi (pemujaan) terhadap kultur kekerasan mafia dan sejenisnya. Sampai titik tententu hal tersebut ada benarnya. Namun balik lagi ke kita sebagai penontonnya.

Enjoy the movie.

Merantau

film Merantau

film Merantau

Siap-siap untuk menyaksikan film laga paling heboh di tahun 2009 ini. Kenapa heboh, karena bisa dibilang ini adalah satu-satunya film laga Indonesia. Yep, setelah lama mati suri, akhirnya ada juga film negri sendiri yang tak berkisah tentang hantu & cinta-cintaan remaja.

Merantau judul film besutan sineas Inggris, Gareth Evans ini. Ups, ini satu hal yang harusnya membuat para sineas Indonesia malu. Karena film laga ini muncul dari ide dan disutradari sendiri oleh orang luar.

Merantau sendiri sesuai dengan judulnya, Anda bisa tebaklah, berkisah tentang tradisi turun-temurun di masyarakat Minangkabau dimana seorang laki-laki musti membuktikan kedewasaan dirinya dengan pergi dari kampung halamannya untuk mencari pengalaman hidup. Begitu juga yang dilakoni oleh Yuda (Iko Uwais). Saat waktunya tiba, Yuda harus meninggalkan kampung halamannya menuju Jakarta.

Setibanya di Jakarta, Yuda menyaksikan sepak terjang sindikat perdagangan manusia saat menculik seorang gadis, Astri (Sisca Jessica). Tanpa babibu, Yudha yang ternyata jago silat Harimau berhasil menyelamatkan Astri. Tak terima dengan kegagalan anak buahnya, boss sindikat memutuskan untuk mengejar Yudha dan Astri. Aksi kejar-kejaran dipenuhi aksi baku hantam pun memenuhi film ini.

Terdengar klasik ya?

Yup, secara cerita memang film ini tak terlalu istimewa. Kebetulan kita belum bisa menyaksikan keseluruhan filmnya, karena berdasarkan informasi di situs resminya, Merantau baru akan dirilis tanggal 6 Agustus 2009, mundur dari rencana awal 30 April 2009.

Sejauh ini, kita hanya bisa dapatkan gambaran seperti apa serunya film ini dari  trailer yang sudah dan behind the scenes yang ada di Twitch.com maupun di situs resmi film Merantau juga di Facebook.

Ong Bak

Ong Bak

Namun, yang teristimewa dari film ini adalah aksi yang dihadirkan. Aksi dalam Merantau lebih mirip film Hongkong dibandingkan film-film laga Indonesia yang ada selama ini. Meski berbasis Pencak Silat, namun penonton akan sulit membedakan aksi Yuda dalam menghajar lawan-lawannya dengan gaya jagoan kung-fu atau karate. Bahkan, bagi Anda yang pernah menyaksikan film Ong Bak asal Thailand, Anda akan temukan banyak kemiripan gaya di sana.

Adegan pertarungan di jembatan busway, pengejaran di area konstruksi, juga kejar-kejaran di atap gedung serta pertarungan di atas container adalah beberapa contoh adegan yang mirip dengan adegan dalam film Ong Bak. Tak jelas apakah memang hal ini disengaja atau kebetulan semata.

Juga adegan saat Yuda musti menghindari tendangan beruntun dari lawan-lawannya dengan posisi terbalik dengan tangan bertumpuan pada sofa, amat mirip dengan gaya bertarung dalam film-film Jackie Chan.

Berbagai kemiripan ini sepertinya bisa dimaklumi jika melihat latar belakang dari sang sutradara. Gareth Evans dalam salah satu wawancara yang ada di Behind The Scenes Merantau mengakui bahwa dia seorang penggemar film laga. Dia bukan praktisi bela diri, hanya seorang yang menyukai film laga, dan ingin membuat film laga yang enak ditonton. Kebetulan karena dia juga mempunyai minat terhadap Pencak Silat, maka muncul lah ide film laga mengenai silat.

Awalnya, Gareth Evans berada di Indonesia dalam rangka membuat film dokumenter tentang Pencak Silat. Di mana dia berkenalan dengan berbagai aliran silat di berbagai daerah, antara lain Jakarta, Jawa Barat, Sumatera Barat dan sebagainya. Salah satu aliran yang memikat hatinya adalah Silat Harimau.  Di saat pembuatan film dokumenter ini pula lah Gareth berkenalan dengan Iko Uwais, yang merupakan salah satu praktisi Silat Tiga Berantai dengan reputasi dunia. Iko adalah atlet pencak silat yang telah memenangi kejuaran dunia.

Meski demikian, film ini tetap patut diacungi jempol. Selain dari keunikan pemilihan basis beladiri yang tak banyak diekspos sebelumnya, juga dari segi sinematografi yang revolusioner untuk ukuran film Indonesia. Yang menjadikan film Indonesia layak untuk bersaing dengan film-film laga internasional.

Kita tunggu saja gebrakan film Merantau ini saat tayang di bioskop pada bulan Agustus mendatang. Akankah sanggup mengembalikan kejayaan film laga Indonesia di tengah serbuan film-film horor & cinta remaja? Semoga saja.

PS. Oh ya, Iko Uwais sering terlihat di GOR Soemantri Brodjonegoro, sebelah Pasar Festival, Kuningan Jakarta.